MENAJAMKAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH

Selasa, 12 April 2011

BIROKRASI PENDIDIKAN BEBAS SUAP DAN KORUPSI MERUPAKAN DAMBAKAAN MASYARAKAT

Mengapa birokrasi pendidikan ? Karena karakteristik, watak, sikap hidup, pola pikir, kebiasaan hidup, pandangan hidup seseorang dibentuk melalui pergaulan hidup manusia dalam komunitas keluarga dan lingkungan masyarakat (untuk peserta didik sangat dipengaruhi lingkungan tempat belajarnya dalam hal ini pergaulan di lingkungan sekolahnya). Dari sinilah kultur seseorang mulai dibentuk, apabila birokrasi pendidikan mulai dari pejabat di Dinas Pendidikan, Kepala Sekolah, Guru dan staf tata usaha di sekolah masih berperilaku suka suap dan korupsi maka pola hidup ini akan menjadi budaya di lingkungannya tidak terkecuali akan terimbas pada peserta didik yang sedang menimba ilmu di sekolah tersebut. Jika perilaku korupsi ini tidak diantisipasi maka kita tinggal menunggu hancurnya bangsa ini.

Sebelum membahas secara khusus tentang perilaku suap dan korupsi di kalangan birokrasi pendidikan ada baiknya kalau kita samakan dulu persepsi tentang suap dan korupsi. Suap (bribery) bermula dari asal kata briberie (Perancis) yang artinya adalah mengemis. Dalam kaitannya dengan suap yang kita bahas kali ini adalah pemberian atau hadiah yang diterima atau diberikan dengan maksud untuk mempengaruhi secara jahat atau korup. Bicara suap secara mendasar telah dimuat melalui Pasal 419 KUHP yang mengatur penyuapan pasif, yang mengancam pidana terhadap pegawai negeri karena gratifikasi, yaitu pemberian hadiah yang luas meliputi : pemberian uang, barang rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Sedangkan Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka

Perilaku suap dan korupsi yang masih ditunjukan oleh aparat birokrasi pendidikan diantaranya adalah :

Penyalahgunaan penggunaan dana BOS.
Perilaku korupsi ditunjukan oleh birokrasi pendidikan misalnya mengadakan sosialisasi BOS dengan diadakan disuatu tempat sehingga mengharuskan kepala sekolah dan bendahara BOS di sekolah untuk mengikuti dan menanggung biaya pelaksanaan yang besarannya juga tidak masuk akal. Pihak sekolah otomatis mengambil biaya tersebut dari uang BOS pada hal menurut pedoman penggunaan dana BOS dilarang untuk kegiatan tersebut. Namun pihak sekolah maupun birokrat pendidikan tidak kurang akal SPJ bisa diatur dengan membunyikan peruntukan yang lain, pokoknya bisa diatur sendiri oleh pihak sekolah dengan sepengetahuan pejabat dinas pendidikan. Bagi kepala sekolah yang takut bunyi SPJ tetap diperuntukan pelaksanaan sosialisasi BOS yang diadakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten.

Perilaku korupsi dengan melanggara Permendiknas Nomor 2 tahun 2008 tentang buku.
Permendiknas nomor 2 tahun 2008 tentang buku, pasal 11 dengan tegas menyatakan bahwa “Pendidik, tenaga kependidikan, anggota komite sekolah/madrasah, dinas pendidikan pemerintah daerah, pegawai dinas pendidikan pemerintah daerah, dan/atau koperasi yang beranggotakan pendidik dan/atau tenaga kependidikan satuan pendidikan, baik secara langsung maupun bekerjasama dengan pihak lain, dilarang bertindak menjadi distributor atau pengecer buku kepada peserta didik di satuan pendidikan yang bersangkutan atau kepada satuan pendidikan yang bersangkutan, kecuali untuk buku-buku yang hak ciptanya sudah dibeli oleh Departemen, departemen yang menangani urusan agama, dan/atau diperdagangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).

Dilapangan terjadi pelanggaran pasal tersebut karena banyaknya kepala sekolah/koperasi sekolah/guru yang tetap masih menjadi distributor buku yang langsung dijual kepada peserta didik di sekolah tersebut, hal bisa dipahami karena discont untuk penjualan buku ini tidak kecil yakni 40%.

Perilaku korupsi dengan melanggar PP nomor 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Pasal 181, PP no. 17 tahun 2010 menyatakan bahwa “Pendidik dan tenaga kependidikan, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang” :
a. menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan;
b. memungut biaya dalam memberikan bimbingan belajar atau les kepada peserta didik di satuan pendidikan;
c. melakukan segala sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung yang menciderai integritas evaluasi hasil belajar peserta didik; dan/atau
d. melakukan pungutan kepada peserta didik baik secara langsung maupun tidak langsung yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sebagai contoh kasus yang melanggar PP no. 17 tahun 2010 ini adalah penjualan bahan pakaian seragam yang dilakukan oleh pihak sekolah dengan mengatasnamakan koperasi, pada hal sesuai dengan bunyi pasal 181 butir a pendidik dan tenaga kependidikan baik perseorangan maupun kolektif termasuk koperasi dilarang untuk menjual bahan pakaian seragam. Penjualan bahan pakaian seragam ini memang merupakan salah satu poin yang memberatkan masyarakat, hal ini disebabkan karena bahan pakaian yang dijual pihak sekolah harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga pasar. Mengapa? Tentu bisa kita mengerti dengan dalih ingin menyeragamkan pakaian peserta didik tentunya merk dari jenis kain harus sama, dengan demikian bisa dipesankan secara bersama-sama. Logikanya jika dipesankan secara bersama-sama harganya seharusnya jauh lebih murah dibandingkan jika beli sendiri-sendiri, namun kenyatakannya harga pasar dengan jenis kain yang sama lebih murah 35%. Bisa kita tebak laba 35% ini dikemanakan?, tentunya untuk bancakan pejabat dari tingkat atas sampai ke tingkat sekolah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar