MENAJAMKAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH

Selasa, 12 April 2011

BIAYA PENDIDIKAN MENCEKIK RAKYAT KECIL

Ngawi, 12 April 2011.
Terasa mencekik terutama rakyat kecil yang hidup di pinggiran hutan atau dikolong jembatan di ibukota, ketika lembaga pendidikan digunakan oleh oknum pengelolanya untuk dikomersialkan. Memang tidak bisa kita pungkiri bahwa pendidikan merupakan sarana yang dapat meningkatkan kualitas hidup dan jaminan hidup seseorang di kemudian hari. Oleh karena itu banyak orang tua yang berusaha dengan semaksimal mungkin untuk dapat menyekolahkan putra-putrinya ke sekolah-sekolah yang terbaik menurut mereka agar mendapatkan pendidikan yang terbaik pula. Namun perlu mendapat perhatian kita semua bahwa masih banyak masyarakat kita yang tingkat kesejahteraannya masih dibawah standar kelayakan hidup. Jangankan untuk memikirkan biaya pendidikan sekolah, untuk biaya makan sehari-hari saja sulit untuk dipenuhi dan harus bekerja keras untuk mendapatkannya. Apalagi dengan adanya issue lewat dialog yang dilakukan televisi tentang naiknya harga BBM saat ini menjadikannya kebutuhan untuk hidup semakin tidak terjangkau lagi.

Kenapa biaya pendidikan bisa meroket di bumi kita tercinta ini? Padahal menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas anggaran pendidikan di Negara kita ini sebesar 20% dari APBN, untuk apa uang sebesar itu? Mari kita lihat komponen biaya pendidikan yang biasanya ditarik oleh pihak sekolah yang membikin biaya pendidikan tidak terjangkau lagi bagi masyarakat kecil.

Seragam sekolah.
Tahun Ajaran baru, seragam sekolah merupakan sasaran pertama yang mengakibatkan mahalnya biaya pendidikan. MENGAPA SERAGAM SEKOLAH? Siswa yang baru masuk ke sekolah tertentu diwajibkan memiliki seragam oleh pihak sekolah dengan dalih yang dibuat-buat sehingga orang tua terpaksa harus mengeluarkan uang untuk seragam tersebut dan celakanya harganya diluar nalar karena dibandingkan dengan yang ada di pasar malah lebih mahal. Tanpa disadari oleh pihak sekolah komponen seragam ini menjadi momok tersendiri bagi masyarakat kecil di tahun bajaran baru. Dan yang membuat celaka lagi selain seragam harian merah-putih untuk SD, biru-putih untuk SMP dan abu-abu putih untuk SMA serta seragam pramuka ada sekolah yang mewajibkan siswanya untuk memakai seragam khusus sekolah yang biasanya berupa seragam batik untuk dipakai pada hari-hari tertentu. Ini merupakan gagasan yang cerdas untuk menarik keuntungan. Gagasan siapakah ini? Dengan cara ini pihak sekolah telah sukses menambah beban rakyat kecil sehingga hidupnya sampai tercekik.

Biaya pengadaan buku.
Beban biaya sekolah yang yang mencekik rakyat kecil berikutnya adalah komponen buku. Akhir-akhir ini ada sinyalemen bahwa buku yang digunakan di sekolah adalah buku yang discount dari penerbit tinggi bukan mutu buku yang menjadi pertimbangan pertama dan utama. Dan parahnya lagi harus dibeli lewat sekolah yang notabene harganya lebih tinggi dibandingkan harga di toko buku. Mengapa demikian? Menurut rumor discount dari penerbit bisa mencapai 40%. Bukan main pandainya pengelola sekolah untuk mencekik rakyat kecil. Belum lagi tambahan biaya yang harus ditanggung oleh orang tua yakni pengadaan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang harus dimiliki siswa. Jika kita cermati LKS ini tidak lain tuntunan yang menghasilkan suatu konsep, oleh karena itu seharusnya materi ini sudah menyatu pada buku matapelajaran. Sebetulnya pemerintah sudah membuat kebijakan dengan menyajikan buku system online hal ini ternyata belum bias menyelesaikan permasalahan mahalnya pengadaan buku karena pihak sekolah banyak yang tidak menggunakan buku tersebut tapi lebih memilih buku dari penertib tertentu yang harganya jelas sangat mahal.

Biaya rutin dan biaya incidental.
Biaya rutin sekolah yang harus dibayarkan setiap bulan, penggunaannya biasanya untuk operasional sekolah seperti pengadaan ATK, honorarium GTT/PTT dls. Pertanyaan kita dikemanakan dana BOS selama ini? Biaya insidental yang biasanya dibebankan kepada orangtua siswa satu tahun sekali yang besarnya juga tidak sedikit. Biaya ini biasanya diperuntukan untuk menambah ruang kelas; merehab bangunan sekolah yang sudah rusak; pengadaan sarana untuk meningkatkan mutu seperti computer, alat laboratorium dls; bahkan untuk operasional sekolah.

Biaya tak terduga.
Selain biaya tersebut diatas orang tua juga harus menyediakan biaya lainnya seperti biaya untuk study Tour, pelepasan siswa kelas 3, biaya untuk kegiatan memperingat hari-hari besar dls.

Dari keempat hal yang sudah disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa biaya pendidikan memang luar biasa besarnya dan mencekik rakyat kecil. Semoga para pengelola pendidikan khususnya pendidikan dasar (SD dan SMP) untuk memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat sehingga dalam membuat kebijakan tidak seharusnya membebani masyarakat kecil.

BIROKRASI PENDIDIKAN BEBAS SUAP DAN KORUPSI MERUPAKAN DAMBAKAAN MASYARAKAT

Mengapa birokrasi pendidikan ? Karena karakteristik, watak, sikap hidup, pola pikir, kebiasaan hidup, pandangan hidup seseorang dibentuk melalui pergaulan hidup manusia dalam komunitas keluarga dan lingkungan masyarakat (untuk peserta didik sangat dipengaruhi lingkungan tempat belajarnya dalam hal ini pergaulan di lingkungan sekolahnya). Dari sinilah kultur seseorang mulai dibentuk, apabila birokrasi pendidikan mulai dari pejabat di Dinas Pendidikan, Kepala Sekolah, Guru dan staf tata usaha di sekolah masih berperilaku suka suap dan korupsi maka pola hidup ini akan menjadi budaya di lingkungannya tidak terkecuali akan terimbas pada peserta didik yang sedang menimba ilmu di sekolah tersebut. Jika perilaku korupsi ini tidak diantisipasi maka kita tinggal menunggu hancurnya bangsa ini.

Sebelum membahas secara khusus tentang perilaku suap dan korupsi di kalangan birokrasi pendidikan ada baiknya kalau kita samakan dulu persepsi tentang suap dan korupsi. Suap (bribery) bermula dari asal kata briberie (Perancis) yang artinya adalah mengemis. Dalam kaitannya dengan suap yang kita bahas kali ini adalah pemberian atau hadiah yang diterima atau diberikan dengan maksud untuk mempengaruhi secara jahat atau korup. Bicara suap secara mendasar telah dimuat melalui Pasal 419 KUHP yang mengatur penyuapan pasif, yang mengancam pidana terhadap pegawai negeri karena gratifikasi, yaitu pemberian hadiah yang luas meliputi : pemberian uang, barang rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Sedangkan Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka

Perilaku suap dan korupsi yang masih ditunjukan oleh aparat birokrasi pendidikan diantaranya adalah :

Penyalahgunaan penggunaan dana BOS.
Perilaku korupsi ditunjukan oleh birokrasi pendidikan misalnya mengadakan sosialisasi BOS dengan diadakan disuatu tempat sehingga mengharuskan kepala sekolah dan bendahara BOS di sekolah untuk mengikuti dan menanggung biaya pelaksanaan yang besarannya juga tidak masuk akal. Pihak sekolah otomatis mengambil biaya tersebut dari uang BOS pada hal menurut pedoman penggunaan dana BOS dilarang untuk kegiatan tersebut. Namun pihak sekolah maupun birokrat pendidikan tidak kurang akal SPJ bisa diatur dengan membunyikan peruntukan yang lain, pokoknya bisa diatur sendiri oleh pihak sekolah dengan sepengetahuan pejabat dinas pendidikan. Bagi kepala sekolah yang takut bunyi SPJ tetap diperuntukan pelaksanaan sosialisasi BOS yang diadakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten.

Perilaku korupsi dengan melanggara Permendiknas Nomor 2 tahun 2008 tentang buku.
Permendiknas nomor 2 tahun 2008 tentang buku, pasal 11 dengan tegas menyatakan bahwa “Pendidik, tenaga kependidikan, anggota komite sekolah/madrasah, dinas pendidikan pemerintah daerah, pegawai dinas pendidikan pemerintah daerah, dan/atau koperasi yang beranggotakan pendidik dan/atau tenaga kependidikan satuan pendidikan, baik secara langsung maupun bekerjasama dengan pihak lain, dilarang bertindak menjadi distributor atau pengecer buku kepada peserta didik di satuan pendidikan yang bersangkutan atau kepada satuan pendidikan yang bersangkutan, kecuali untuk buku-buku yang hak ciptanya sudah dibeli oleh Departemen, departemen yang menangani urusan agama, dan/atau diperdagangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).

Dilapangan terjadi pelanggaran pasal tersebut karena banyaknya kepala sekolah/koperasi sekolah/guru yang tetap masih menjadi distributor buku yang langsung dijual kepada peserta didik di sekolah tersebut, hal bisa dipahami karena discont untuk penjualan buku ini tidak kecil yakni 40%.

Perilaku korupsi dengan melanggar PP nomor 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Pasal 181, PP no. 17 tahun 2010 menyatakan bahwa “Pendidik dan tenaga kependidikan, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang” :
a. menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan;
b. memungut biaya dalam memberikan bimbingan belajar atau les kepada peserta didik di satuan pendidikan;
c. melakukan segala sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung yang menciderai integritas evaluasi hasil belajar peserta didik; dan/atau
d. melakukan pungutan kepada peserta didik baik secara langsung maupun tidak langsung yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sebagai contoh kasus yang melanggar PP no. 17 tahun 2010 ini adalah penjualan bahan pakaian seragam yang dilakukan oleh pihak sekolah dengan mengatasnamakan koperasi, pada hal sesuai dengan bunyi pasal 181 butir a pendidik dan tenaga kependidikan baik perseorangan maupun kolektif termasuk koperasi dilarang untuk menjual bahan pakaian seragam. Penjualan bahan pakaian seragam ini memang merupakan salah satu poin yang memberatkan masyarakat, hal ini disebabkan karena bahan pakaian yang dijual pihak sekolah harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga pasar. Mengapa? Tentu bisa kita mengerti dengan dalih ingin menyeragamkan pakaian peserta didik tentunya merk dari jenis kain harus sama, dengan demikian bisa dipesankan secara bersama-sama. Logikanya jika dipesankan secara bersama-sama harganya seharusnya jauh lebih murah dibandingkan jika beli sendiri-sendiri, namun kenyatakannya harga pasar dengan jenis kain yang sama lebih murah 35%. Bisa kita tebak laba 35% ini dikemanakan?, tentunya untuk bancakan pejabat dari tingkat atas sampai ke tingkat sekolah.

Minggu, 10 April 2011

SARASEHAN WAWASAN KEBANGSAAN DAN CINTA TANAH AIR

Lembaga Swadaya Masyarakat “Duta Bangsa Institut” Ngawi, Jawa Timur bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Kesatuan Kebangsaan dan Politik, Kementerian Dalam Negeri pada hari Sabtu, tanggal 26 Maret 2011 bertempat di Aula RM Bondowoso Ngawi mengadakan sarasehan wawasan Kebangsaan Dan Cinta Tanah Air dengan tema “Membangkitkan Rasa Nasionalisme dan Patriotisme”. Kegiatan tersebut disambut antusias yang luar biasa oleh peserta yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat yang ada di Kabupaten Ngawi. Kegiatan tersebut dibuka oleh perwakilan dari Direktorat Jenderal Kesatuan Kebangsaan dan Politik, Kementerian Dalam Negeri dan dilanjutkan dengan paparan materi dari para nara sumber yang terdiri dari staf pengajar di Fakultas Ilmu Budaya UNAIR Surabaya sdr. Zakiyatul Mufidah dan Kepala Bidang Kesatuan Bangsa, Badan Kesbang Pol Linmas Kabupaten Ngawi sdr. Harnu Sutomo. Berikut ini kami sampaikan makalah dari kedua nara sumber tersebut :

A. NASIONALISME DAN PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BERBANGSA (Oleh: Zakiyatul Mufidah)
Nasionalisme dan perkembangannya
Definisi nasionalisme terus berkembang sejalan dengan perubahan dan konteks zaman. Nasionalisme secara harfiyah dapat diartikan sebagai sikap atau jiwa yang mencintai dan rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara. Pada masa penjajahan, jiwa nasionalisme tumbuh karena satu keinginan yaitu mengusir penjajah dan dapat hidup bebas merdeka. Bukan hanya di Indonesia, semangat nasionalisme hamper secara kompak muncul ditengah rakyat yang tertindas oleh penjajah pada era sebelum dan saat Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955. Semangat untuk hidup merdeka bebas dari belenggu penjajah begitu besar muncul di sanubari rakyat di Negara-negara Asia dan Afrika yang saat itu mayoritas masih terjajah oleh bangsa Eropa dan Amerika. Sehingga jiwa nasionalisme yang mereka miliki sangat berkontribusi besar bagi kemerdekaan mereka sendiri.

Jika dilihat dari segi internal dan psikologis, nasionalisme dapat juga diartikan sebagai dorongan kuat yang muncul untuk mencapai tujuan nasional dengan mengesampingkan factor-faktor ekstern seperti perbedaan agama, golongan, dan kepentingan pribadi. Singkatnya, nasionalisme yang telah dimiliki oleh masyarakat mampu mengalahkan kekuatan apapun diluar satu tujuan yang mereka idamkan yaitu kemerdekaan dan kedaulatan. Dengan kata lain, tidak ada kekuatan yang lebih besar selain dorongan untuk membela Negara dan tanah airnya karena jiwa nasionalisme tersebut muncul dari kekuatan batin dan psikologis yang mampu menggerakan factor lahir maupun fisik.

Dalam perkembangannya, nasionalisme terhadap bangsa bukan hanya sekedar membela dan mempertahankan bumi dan airnya atas belenggu penjajah, namun nsionalisme mengalami pergeseran makna dan aplikasi manakala tidak ada lagi penjajahan, manakala Negara sudah merdeka, mapan dalam aspek kemerdekaan dan kedaulatan. Penjajahan bukan lagi berbentuk fisik dan strategi, namun penjajahan hari ini menjelma dalam bentuk yang lebih halus dan Nampak menggairahkan, yaitu penjajahan mental dan psikis yang hamper sulit untuk dibendung. Kecintaan kepada Negara dan Bangsa sendiri perlahan mulai luntur, nasionalisme tersingkir dan tergantikan oleh paham-paham “isme” lain yang muncul akibat konstalasi global, seperti individualism, kapitalisme, oportunisme, materialisem bahkan hedonism.

Nasionalisme dalam konteks hari ini
Membaca situasi hari ini, posisi nasionalisme memang tidak lagi dominan dalam mewarnai berbagai aspek kehidupan bangsa. Semangat mengedepankan kepentingan nasional semakin terpinggirkan oleh semakin tingginya tingkat individualism masyarakat dan bangsanya. Ditambah lagi, berbagai macam persoalan social, politik dan ekonomi yang menghimpit kehidupan masyarakat semakin membuat masyarakat lebih memilih menutup mata terhadap apa yang sedang dialami oleh bangsa ini, parahnya tidak jarang masyarakat yang bersikap apatis dan lebih peduli pada kehidupan pribadi masing-masing.

Belakang, nasionalisme santer didengung-dengungkan setelah berbagai macam isu dan persoalan pelecehan terhadap bangsa dialami oleh bangsa kita. Mulai dari pencaplokan wilayah kedaulatan RI, perebutan produk budaya Indonesia seperti batik, berbagai macam tari-tarian daerah bahkan kuliner local Indonesia yang direbut dan berusaha dipatenkan oleh Negara lain. Timbulnya persoalan-persoalan tersebut disatu sisi memang menghawatirkan dan merugikan bagi bangsa kita, namun disisi lain, hal itu membawa dampak positif bagi mental dan tingkat kepekaan masyarakat kita. Dengan adanya permasalahan-permasalahan sengketa dengan Negara lain itu pula, membuat masyarakat Indonesia menjadi lebih aware terhadap bangsanya. Yang paling mutakhir adalah ajang kompetisi AFF beberapa waktu lalu berhasil membangkitkan bara nasionalisme bangsa Indonesia yang sempat padam. Besarnya dukungan dari semua kalangan dan lapisan masyarakat menunjukan bahwa semangat nasionalisme ingin membela dan menunjukan prestasi bangsa di tingkat internasional sangat luar biasa. Bagaimana tidak, ratusan ribu masyarakat Indonesia dengan kompak tanpa diatur atau bahkan disuruh memberikan dukungan yang begitu luar biasa kepada tim garuda. Hal semacam ini memang tidak ada kamus dan rumusnya. Karena nasionalisme adalah persoalan panggilan jiwa yang tidak bisa direkayasa.

Dalam konteks hari ini, nasionalisme ternyata sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan bangsa disegala lini. Nasionalisme yang besar sudah terbukti mampu menjadi senjata ampuh untuk mencapai tujuan yang diharapkan, paling tidak panggilan jiwa nasionalisme ini mampu menjadi sugesti positif dan dampak moral (moral implication) yang begitu menmgagumkan untuk melakukan sebuah perubahan.

Dalam konteks ekonomi, jika nasionalisme yang muncul dalam dunia olah raga (sepak bola) Indonesia, juga dilakukan di bidang ekonomi tentu akan membawa dampak yang positif pula. Jika masyarakat secara bersama-sama termasuk pemerintahnya mempunyai jiwa nasionalisme untuk membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu kapitalis global dan jajahan ekonomi Negara-negara besar, tidak menutup kemungkinan Indonesia akan merdeka dari segala bentuk “pemiskinan” dan keterbelakang, namun sampai saat ini nasionalisme dalam konteks membangkitkan ekonomi bangsa belum juga muncul secara massif. Banyak golongan yang lebih mengedepankan nasionalisme untuk keuntungan komunitasnya sendiri.

Demikian halnya dengan nasionalisme dalam konteks politik, social dan budaya bangsa. Berbagai macam aspek kehidupan tersebut hingga hari semakin menunjukan kepurukan dan ketidakberdayaannya. Secara politik, bangsa kita belum bias berpikir dewasa, segala bentuk kebijakan pemerintah masih terkontaminasi oleh semangat “menguntungkan” golongan tertentu saja, bahkan dalam kacamata yang lebih global, banyak kebijakan politik kita yang masih malu-malu, terhegemoni, dan terkesan tunduk pada pengaruh yang menguntungkan Negara-negara yang jauh sudah lebih kaya dan mapan. Nasionalisme untuk melakukan perombakan secara politik belum cukup kuat untuk melakukan perubahan yang lebih baik, masih diperlukan kerja keras dan rangsangan lebih besar agar nasionalisme masyarakat terutama para pejabat mampu memberikan kontribusi positif bagi kehidupan politik di Indonesia.

Menumbuhkan jiwa nasionalisme
Menurut teori social, nasionalisme pada umumnya muncul secara spontan dengan adanya ancaman yang kemudian dianggap menjadi musuh bersama. Sehingga, masyarakatnya pun mempunyai kepentingan yang sama untuk memusnahkan musuh bersama tersebut. Dalam sejarahnya, nasionalisme yang telah muncul secara komunal tidak hanya mampu menaklukan musuh bersama namun juga mampu meleburkan segala macam bentuk perbedaan. Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah, apakah memunculkan jiwa nasionalisme harus menunggu datangnya musuh bersama?

Jiwa nasionalisme sebenarn ya dapat dibentuk melalui beberapa proses yang dapat menstimulasi tumbuhnya kecintaan dan rasa peduli untuk membela kepentingan nasional. Pertama, meningkatkan sense of belonging atau rasa memiliki kepada bangsa sendiri. Kampaye tentang bangsa dan cinta kepada produk sendiri tentunya tidak cukup untuk meningkatkan sense of belonging ini, tetapi harus diimbangi dengan gelontoran-gelontoran semua produk nasional yang berkualitas sehingga masyarakat dengan sendirinya merasa bangga dan percaya diri menggunakan produk dalam negeri. Kedua, penciptaan nation image yang lebih positif. Artinya, ketimbangmempublikasikan dan memborbadir masyarakat dengan berbagai macam berita tentang keruwetan dan kekacaubalauan negaraini, oinformasi tentang prestasi dan pencapaian bangsa yang positif juga harus di blow up dengan seimbang. Ketiga, penguatan budaya local untuk diangkat sebagai budaya nasional. Dalam hal ini bukan budaya secara fisik, melainkan budaya mental local yang berujung pada nasionalisme yaitu toleransi dan gotong royong. Jika mental local semacam ini sudah membudaya secxara nasional tentu semangat nasionalisme akan semakin besar. Keempat, ada perubahan sikap perilaku pemimpin dan pejabat Negara, ini sangat penting untuk mengakhiri sikap geram dan keacuhan masyarakat pada persoalan nasional. Para elit dan pemimpin harus bias membuktikan bahwa apapun yang dilakukan oleh Negara adalah untuk kepentingan semua bukan semata sandiwara para penguasa untuk mengambil keuntungan sendiri. Jika para penguasa mampu turun dan bersama-sama membenahi mental dan fisik bangsa tentu nasionalisme akan benar-benar terwujud bukan hanya berakhir pada tulisan di slogan.

B. MEMBANGKITKAN RASA NASIONALISME DAN PATRIOTISME MELALUI PENYEGARAN KEMBALI PAHAM, RASA DAN SEMANGAT KEBANGSAAN (Oleh: Harnu Sutomo)

PERLUKAH WAWASAN KEBANGSAAN DITANAMKAN KE SETIAP INSAN WARGA NEGARA INDONESIA ?

PERLU; MENGAPA ?
Karena wawasan kebangsaan belum meragasukma secara terpadu dalam setiap diri warga negara Indonesia sehingga pola kehidupan dan pergaulan antar sesama warga negara mudah disulut oleh potensi perbedaan.

1. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk terdiri dari berbagai suku, ras, adat istiadat, bahasa, budaya, agama dan kepercayaan. Bila keragaman itu tidak terikat kuat, maka perpecahan bangsa menjadi risiko kehidupan yang memperlemah identitas bangsa Indonesia.
2. Gejala disintegrasi bangsa yang kerap terjadi merupakan bukti dari adanya kesalahan kebijakan dan manajemen kehidupan bangsa yang mengakibatkan ketidakpuasan masyarakat terhadap pengelolaan Negara, hal ini disebabkan pemahaman terhadap wawasan kebangsaan sudah mulai hilang dari kehidupan bangsa ini.
3. Ikatan niai-nilai kebangsaan yang selama ini terpatri kuat dalam kehidupan bangsa Indonesia yang merupakan pengejawantahan dari rasa cinta tanah air, bela negara, serta semangat patriotisme bangsa mulai luntur dan longgar bahkan hampir sirna.
4. Nilai-nilai budaya gotong royong, kesediaan untuk saling menghargai, dan saling menghormati perbedaan, serta kerelaan berkorban untuk kepentingan bangsa yang dahulu melekat kuat dalam sanubari masyarakat yang dikenal dengan semangat kebangsaannya sangat kental terasa makin menip
5. Rasa persatuan sebagai bangsa Indonesia mulai luntur, hal ini terlihat bahwa Kebijakan otonomi daerah cenderung diartikan sebagai penguasaan atas jabatan dan aset-aset di daerah yang bernilai ekonomi hanya oleh putra asli daerah. Sementara itu, demokrasi diartikan sebagai kebebasan tanpa batas untuk memaksakan kehendak sekelompok orang. Sebagai salah satu akibatnya, maka tumbuhlah gejala primodialisme dan separatisme, di mana setiap daerah cenderung mengutamakan kepentingan masing-masing dan saling menonjolkan sifat kedaerahan secara sempit, berkembangnya sentimen negatif antardaerah dan antaretnis;

WAWASAN KEBANGSAAN
Cara pandang yang dilingkupi oleh paham kebangsaan, rasa kebangsaan dan semangat kebangsaan untuk mencapai cita-cita nasionalnya dan mengembangkan eksistensi kehidupannya atas dasar nilai-nilai luhur bangsa.

I. PAHAM KEBANGSAAN
Paham kebangsaan merupakan pemahaman rakyat serta masyarakat terhadap bangsa dan negara.

Kemajemukan adalah sebuah fenomena yang mustahil dihindari dalam suatu negara. Diantaranya adat istiadat, agama, suku, ras dan banyak lagi. Manusia menghadapi kenyataan adanya berbagai perbedaan dengan umatnya masing-masing.

Aspek-aspek dari Paham kebangsaan yang perlu diperhatikan :
1. Toleransi  menahan diri, bersikap sabar, membiarkan orang berpendapat lain, dan berhati lapang terhadap orang-orang yang memiliki pendapat berbeda.
2. Kejujuran  Mengakui, berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai kenyataan dan kebenaran

3. Keadilan  suatu sikap yang tidak memihak atau sama rata, tidak ada yang lebih dan tidak ada yang kurang, tidak ada pilih kasih ATAU dimana semua orang mendapat hak menurut kewajibannya

4. Integritas  bertindak konsisten sesuai dengan nilai-nilai, walaupun dalam keadaan yang sulit untuk melakukan hal tersebut DENGAN KATA LAIN satunya kata dengan perbuatan.

5. Akuntabilitas  sebuah konsep digunakan untuk menyatakan yang dapat dipertanggungjawabkan, yang dapat dipertanyakan, yang dapat dipersalahkan dan yang mempunyai ketidakbebasan

II. RASA KEBANGSAAN
Rasa kebangsaan merupakan salah satu bentuk rasa cinta yang melahirkan jiwa kebersamaan pemiliknya

Momen yang bisa kita manfaatkan sebagai momen pemersatu bangsa antara lain:
1. Ketika terjadi konflik perbatasan dengan negara tetangga (Malaysia), sebagian masyarakat Indonesia berbondong-bondong menyatakan kesediaan dirinya untuk menjadi sukarelawan ikut berperang melawan Malaysia bahkan sebagian sudah melaksanakan latihan kemiliteran secara mandiri;
2. Ketika budaya bangsa (lagu daerah, kesenian daerah, dsb) diklaim oleh bangsa lain (Malaysia) sebagai budaya mereka, masyarakat Indonesia melakukan protes keras terhadap tindakan negara tersebut;
3. Ketika warga negara Indonesia yang berada di negara asing (TKI, duta olah raga, dsb) mendapat perlakuan buruk/tidak sebagaimana mestinya, masyarakat Indonesia melakukan protes keras dan menuntut keadilan terhadap perlakuan tersebut
4. Kita tentu masih ingat, Pada penyelenggaraan Piala AFF 2010, seluruh bangsa Indonesia mendukung kesebelasan kebanggaan, Tim Nas sepakbola Indonesia. Tua-muda, laki-perempuan, semuanya berbondong-bondong ke Stadion GBK untuk menyaksikan dan mendukung tim kesayangan kita. Juga pemirsa di manapun di seluruh Indonesia, dengan antusias menyaksikan pertandingan yang disiarkan langsung oleh salah satu stasiun televisi swasta nasional. Demam tim sepakbola nasional Indonesia merambah hingga ke pelosok Indonesia. Di kafe-kafe, rumah makan, bahkan di lapangan di perumahan penduduk diselenggarakan acara nonton bareng

III. SEMANGAT KEBANGSAAN
Semangat kebangsaan atau nasionalisme, merupakan perpaduan atau sinergi dari rasa kebangsaan dan paham kebangsaan.
Dari semangat kebangsaan akan mengalir :
1. Rasa kesetiakawanan  Kesetiakawanan Sosial merupakan Nurani bangsa Indonesia yang tereplikasi dari sikap dan perilaku yang dilandasi oleh pengertian, kesadaran, keyakinan tanggung jawab dan partisipasi sosial sesuai dengan kemampuan dari masing-masing warga masyarakat dengan semangat kebersamaan, kerelaan untuk berkorban demi sesama, kegotongroyongan dalam kebersamaan dan kekeluargaan

2. Semangat rela berkorban,  kesediaan untuk berkorban demi kepentingan yang besar atau demi negara dan bangsa telah mengantarkan bangsa Indonesia untuk merdeka.

3. Menumbuhkan jiwa patriotisme  sikap dan perilaku seseorang yang dilakukan dengan penuh semangat rela berkorban utk kemerdekaan, kemajuan, kejayaan, dan kemakmuran bangsa. Seseorang yang memiliki sikap dan perilaku patriotik ditandai oleh rasa cinta pada tanah air.

Sikap patriotisme dapat diwujudkan dalam banyak hal. Wujud sikap patriotisme antara lain sebagai berikut:
1. Mencintai dan menggunakan produk dalam negeri
2. Tidak merusak lingkungan hidup
3. Ikut serta memelihara fasilitas umum
4. Ikut serta dalam pembangunan bangsa
5. Mentaati peraturan yang ada
6. Melestarikan budaya bangsa.