MENAJAMKAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH

Selasa, 22 Februari 2011

MENAJAMKAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH





Sering terdengar, bahkan sudah lama berlangsung, perilaku-perilaku anak usia sekolah seperti tawuran antar pelajar, mabuk-mabukan, narkoba, rendahnya rasa hormat siswa kepada orang tua atau guru, dan yang terakhir adalah beredarnya video porno yang diduga  dilakukan oleh pelajar yang masih duduk di bangku SMP, yang semua itu merupakan cermin bahwa perilaku yang tidak terpuji telah terjadi pada peserta didik. Kejadian di atas membuka apresiasi dan motivasi pada pentingnya penyelenggaraan pendidikan yang membangun dan menumbuh-kembangkan pembentukan karakter yang kuat dan cerdas bagi peserta didik. Mempertimbangkan berbagai kenyataan pahit yang kita hadapi seperti dikemukaan di atas, hemat saya, menajamkan pendidikan karakter di sekolah merupakan langkah penting dan strategis dalam membangun kembali jati diri peserta didik.

Pendidikan karakter, meskipun sudah seringkali digembar-gemborkan sebagai suatu kepentingan dan kemendesakan dalam kinerja pendidikan kita, tampaknya tidak sehebat dengungnya ketika sampai di lapangan. Pendidikan karakter tampak pelan-pelan makin hilang dan tampaknya kurang begitu mendapatkan perhatian yang serius dari kalangan pendidik. Mengapa pendidikan karakter sekarang ini mulai mengalami kemunduran? Apakah karena memang lembaga pendidikan kita telah kehilangan visi, terlalu sibuk dengan program jangka pendek, telah terlalu banyak terbebani tugas-tugas administrativ sehingga terlena dan lalai untuk meningkatkan peran penting pendidikan karakter yang memiliki tujuan jangka panjang dan hasilnya tidak secara langsung dapat dirasakan. Munculnya kembali gagasan tentang pendidikan karakter pada akhir-akhir ini cukup menarik perhatian berbagai kalangan dan tidak bisa dipungkiri bahwa pendidikan karakter memang sangat urgen bagi peserta didik terutama untuk mempersiapkan generasi muda sebagai calon pemimpim di masa yang akan datang. Melalui pendidikan karakter diharapkan mampu mencetak para generasi muda yang tidak hanya “pintar” logikanya, akan tetapi juga mewarisi karakter bangsa yang luhur sehingga peristiwa-peristiwa tersebut di atas tidak akan terjadi lagi.

Apakah Pendidikan Karakter Itu?
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Sedangkan berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak. Berkenaan dengan karakter, Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah,           Prof. Suyanto, PhD menjelaskan bahwa karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas setiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa, dan Negara. Masih menurut Prof. Suyanto, PhD bahwa Pendidikan Karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Sedangkan Tim Pendidikan Karakter Kemendiknas mendifinisikan bahwa Pendidikan Karakter adalah upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat. Dengan demikian pendidikan karakter dapat diartikan sebagai upaya yang dirancang secara sistematis dan berkesinambungan untuk membentuk kepribadian peserta didik agar memiliki pengetahuan, perasaan, dan melakukan tindakan yang berdasarkan pada norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkesinambungan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan agar dengan mudah menghadapi segala macam tantangan kehidupan. Terdapat Sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu (1) cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; (2) kemandirian dan tanggung jawab; (3) kejujuran/amanah; (4) hormat dan santun; (5) dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; (6) percaya diri dan pekerja keras; (7) kepemimpinan dan keadilan; (8) baik dan rendah hati, dan; (9) toleransi, kedamaian, dan kesatuan. Sekolah harus berkomitmen untuk mengembangkan karakter peserta didik berdasarkan nilai-nilai dimaksud, mendifinisikannya dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dalam kehidupan sekolah sehari-hari, mencontohkan nilai-nilai itu, mengkaji dan mendiskusikannya, menggunakannya sebagai dasar dalam hubungan antarmanusia, dan mengapresiasi manifestasi nilai-nilai tersebut di sekolah dan masyarakat. Semua komponen sekolah bertanggung jawab terhadap standar-standar perilaku yang konsisten sesuai dengan nilai-nilai yang dikembangkan. Oleh karena pendidikan karakter merupakan konsekuensi logis dari proses pendidikan itu sendiri.

Bagaimana Menerapkan Pendidikan Karakter Di Sekolah ?
Menurut Ratna Megawangi, Founder Indonesia Heritage Foundation, ada tiga tahap pembentukan karakter yaitu : (1) moral knowing : memahamkan dengan baik pada anak tentang arti kebaikan. Mengapa harus berperilaku baik. Untuk apa berperilaku baik. Dan apa manfaat berperilaku baik; (2) moral feeling : membangun kecintaan berperilaku baik pada peserta didik yang akan menjadi sumber energy anak untuk berperilaku baik. Membentuk karakter adalah dengan cara menumbuhkannya; (3) moral action : bagaimana membuat pengetahuan moral menjadi tindakan nyata. Seringkali pendidikan karakter tidak berjalan seperti yang kita harapkan, salah satu penyebabnya adalah ketidakmampuan peserta didik berlaku baik meskipun ia telah memiliki pengetahuan tentang kebaikan itu, karena ia tidak terlatih untuk melakukan kebaikan. Berangkat dari pemikiran tersebut maka kesuksesan pendidikan karakter sangat tergantung pada ada tidaknya ketiga aspek tersebut (moral knowing, moral feeling, moral action). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, pendidikan karakter bukan saja membangun pengetahuan tentang karakter yang baik (moral knowing), namun juga harus dilanjutkan dengan membentuk perasaan dalam diri peserta didik agar memiliki kepekaan rasa terhadap hal-hal yang kurang baik (moral feeling) dan dapat mengimplementasikan karakter-karakter yang baik tersebut dalam kehidupan sehari-hari (moral action).

Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan Karakter Di Sekolah.
Pendidikan karakter di sekolah memerlukan prinsip-prinsip dasar yang mudah dimengerti dan dipahami oleh siswa dan setiap individu yang ada dilingkup pendidikan itu sendiri. Menurut Doni Koesoema A, ada beberapa prinsip yang bisa dijadikan pedoman bagi promosi pendidikan karakter di sekolah : (1) karaktermu ditentukan oleh apa yang kamu lakukan, bukan apa yang kamu katakana atau kamu yakini. Jadi, perilaku berkarakter itu ditentukan oleh perbuatan, bukan melalui kata-kata seseorang; (2) setiap keputusan yang kamu ambil menentukan akan menjadi orang macam apa dirimu. Individu mengukuhkan karakter pribadinya melalui setiap keputusan yang diambilnya, hanya dari keputusannya inilah seorang individu mendifinisikan karakternya sendiri. Jadi setiap keputusan menjadi semacam jalinan yang membingkai, membentuk jenis manusia macam apa yang diinginkannya; (3) karakter yang baik mengandaikan bahwa hal yang baik itu dilakukan dengan cara-cara yang baik, bahkan seandainya pun kamu harus membayarnya secara mahal, sebab mengandung risiko. Pribadi yang berproses membentuk dirinya menjadi manusia yang baik, juga akan memilih cara-cara yang baik bagi pembentukan dirinya. Seorang yang memiliki karakter dan memiliki integritas moral akan menjaga keutuhan dirinya, yaitu keserasian antara pikiran, perkataan dan tindakan, bahkan jika atas keyakinan ini ia harus membayar mahal dengan resiko yang benar; (4) jangan pernah mengambil perilaku buruk yang dilakukan oleh orang lain sebagai patokan bagi dirimu. Kamu dapat memilih patokan yang lebih baik dari mereka. Perilaku yang buruk bukanlah standar perilaku yang patut dicontoh, walaupun itu dilakukan oleh banyak siswa lain. Nilai yang baik adalah nilai yang di dalam dirinya sendiri memang baik, nilai itu bukan menjadi baik kalau banyak orang melakukannya melainkan karena nilai itu memang baik di dalam dirinya sendiri, meskipun hanya sedikit melakukannya; (5) apa yang kamu lakukan itu memiliki makna dan transformative. Para siswa perlu disadarkan bahwa setiap tindakan yang berkarakter, setiap tindakan yang bernilai, dan setiap perilaku bermoral yang mereka lakukan memiliki makna dan bersifat transformative. Jika perubahan itu belum terjadi di dalam masyarakat paling tidak perubahan itu telah terjadi di dalam diri siswa itu sendiri.

Locus Pendidikan Karakter Di Sekolah.
Sekolah jika di jadwal dengan semangat pendidikan karakter akan menjadi tempat yang efektif bagi pembentukan individu sehingga mereka bertumbuh dengan baik di dalam lingkungannya. Segala peristiwa yang terjadi di dalam sekolah dapat diintegrasikan dalam program pendidikan karakter. Lingkungan yang dimaksud disini adalah momen-momen dalam lingkungan sekolah yang dapat dipakai sebagai sebuah sarana atau kesempatan dalam mengembangkan pendidikan karakter. Lingkungan pendidikan sekolah yang menjadi tanah subur bagi pertumbuhan karakter anak didik antara lain pemahaman tentang sekolah sebagai wahana aktualisasi nilai, penghayatan momen-momen perjumpaan antara guru dan siswa, baik yang terjadi di dalam kelas maupun di luar kelas. Sekolah dengan demikian menjadi tempat istimewa bagi penanaman nilai-nilai yang membantu mengembangkan individu menjadi pribadi yang semakin utuh, menghayati kebebasan dan tanggungjawab sebagai individu dan makhluk social. Untuk itu, patutlah ditelaah momen-momen dalam sekolah yang dapat dijadikan locus pendidikan karakter diantaranya (1) pendidikan karakter dalam pembelajaran. Pendidikan karakter secara terintegrasi di dalam pembelajaran dilakukan dengan pengenalan nilai-nilai, memfasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah-laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran pada semua mata pelajaran; (2) pendidikan karakter dalam kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler dapat mengembangkan potensi, bakat dan minat secara optimal, serta tumbuhnya kemandirian dan kebahagian peserta didik yang berguna untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Implementasi pendidikan karakter dalam kegiatan ekstra kurikuler merupakan langkah yang sangat strategis dan diharapkan dapat berfungsi sebagai : pertama, pengembangan yaitu mengembangkan kemasmpuan dan kreativitas peserta didik sesuai dengan potensi, bakat dan minat mereka. Kedua, social yaitu mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab social peserta didik. Ketiga, Rekreatif yaitu mengembangkan suasana rileks, menggembirakan dan menyenangkan bagi peserta didik yang menunjang proses perkembangan. Keempat, persiapan karier yaitu mengembangkan kesiapan karir peserta didik; (3) setiap perjumpaan adalah momen pendidikan karakter. Setiap perjumpaan sesungguhnya merupakan momen pendidikan nilai itu sendiri. Dalam perjumpaan inilah setiap individu akan merasakan secara langsung apakah dirinya sebagai pribadi yang unik itu diterima di dalam sebuah lingkungan kehidupan social. Dalam perjumpaan inilah seorang individu akan merasakan apakah dirinya diterima dan kebesannya dihargai; (4) mengembangkan kurikulum secara integral. Pendidikan karakter di dalam sekolah dapat semakin sefektif dan menjadi terstruktur jika kurikulum yang dipakai oleh sekolah memiliki jiwa pendidikan karakter. Kurikulum yang dikembangkan sekolah di masa depan akan menjadi penentu kualitas sekolah tersebut, sebab rancangan kurikulum inilah yang akan menentukan apakah pendidikan siswa di sekolah itu memiliki integritas dan keutuhan sehingga mampu menjadi sarana bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan akademis dan kompetensi sosialnya secara utuh.

Senin, 21 Februari 2011

MENAKAR KINERJA KEPALA SEKOLAH DALAM MELAKSANAKAN PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN DI SEKOLAH

Dalam perspektif persekolahan, agar tujuan pendidikan di sekolah dapat tercapai secara efektif dan efisien, maka proses manajemen pendidikan memiliki peranan yang amat vital. Karena bagaimana pun sekolah merupakan suatu sistem yang di dalamnya melibatkan berbagai komponen dan sejumlah kegiatan yang perlu dikelola secara baik dan tertib. Sekolah tanpa didukung proses manajemen yang baik, boleh jadi hanya akan menghasilkan kesemrawutan lajunya organisasi, yang pada gilirannya tujuan pendidikan pun tidak akan pernah tercapai secara semestinya. Dengan demikian, setiap kegiatan pendidikan di sekolah harus memiliki perencanaan yang jelas dan realisitis, pengorganisasian yang efektif dan efisien, pengerahan dan pemotivasian seluruh personil sekolah untuk selalu dapat meningkatkan kualitas kinerjanya, dan pengawasan secara berkelanjutan. Untuk dapat menjalankan manajemen yang baik dibutuhkan adanya seorang kepala sekolah yang professional, yaitu kepala sekolah yang kompeten dalam menyusun perencanaan pengembangan sekolah secara sistemik; kompeten dalam mengkoordinasikan semua komponen system sehingga secara terpadu dapat membentuk sekolah sebagai organisasi pembelajar yang efektif; kompeten dalam mengerahkan seluruh personil sekolah sehingga mereka secara tulus bekerja keras demi pencapaian tujuan institusional sekolah; kompeten dalam melakukan pembinaan kemampuan professional guru sehingga mereka semakin terampil dalam mengelola proses pembelajaran; dan kompeten dalam melakukan monitoring dan evaluasi sehingga tidak satu komponen system sekolah pun tidak berfungsi secara optimal.
Sudahkah Kepala Sekolah melakukan pengendalian mutu ?
Untuk menakar kinerja kepala sekolah dalam melaksanakan pengendalian mutu pendidikan di sekolah dapat diukur dari aktivitas kepala sekolah dalam melaksanakan salah satu fungsi manajemen yaitu pengendalian.  Standar hasil pekerjaan merupakan hal yang amat penting ditentukan karena terhadap standar itulah hasil pekerjaan dihadapkan dan diuji. Tanpa standar yang ditetapkan secara rasional dan obyektif, kepala sekolah tidak akan mempunyai kriteria terhadap mana hasil pekerjaan dibandingkan sehingga dapat mengatakan bahwa hasil yang dicapai memenuhi rencana atau tidak. Pengukuran hasil pekerjaan tidaklah mudah karena pengendalian dilakukan kepada seluruh kegiatan yang sedang berlangsung di sekolah. Akan tetapi, pengukuran dapat dilakukan untuk memberi petunjuk tentang ada tidaknya gejala-gejala penyimpangan dari rencana yang telah ditetapkan.

Sebelum membahas aktivitas kepala sekolah dalam melakukan pengendalian mutu di sekolah terlebih dahulu diuraikan mengenai makna perbedaan pengawasan dan pengendalian.

Pengawasan (controlling) merupakan salah satu fungsi manajemen yang tidak kalah pentingnya dengan fungsi manajemen lainnya dalam suatu organisasi yang harus dijalankan oleh seorang Kepala Sekolah. Pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan – tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan. Sedangkan pengendalian adalah proses pemantauan, penilaian, dan pelaporan rencana atas pencapaian tujuan yang telah ditetapkan untuk mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya yang ada dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Dari pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahawa beda pengendalian dengan pengawasan adalah pada wewenang. Pengendalian memiliki wewenang turun tangan yang tidak dimiliki oleh pengawas. Pengawas hanya sebatas memberi saran, sedangkan tindak lanjutnya dilakukan oleh pengendali. Jadi, pengendalian mengukur pelaksanaan kerja atau prestasi dengan membandingkannya terhadap tujuan dan rencana, memperlihatkan di mana ada penyimpangan, dan mengadakan tindakan perbaikan atas penyimpangan, guna menjamin pencapaian rencana.
Pengendalian merupakan salah satu cara untuk melakukan pengukuran dan perbaikan agar apa yang telah direncanakan dapat dicapai secara optimal. Sasaran pengendalian adalah agar tercapai hasil yang diharapkan dan pencapaian hasil ini dilakukan melalui monitoring dan kegiatan-kegiatan perbaikan.
Aktivitas Kepala Sekolah dalam melaksanakan Pengendalian Mutu.
Pengendalian merupakan konsep yang luas, berlaku untuk manusia, situasi, benda, dan organisasi. Dalam organisasi seperti sekolah, pengendalian mutu meliputi berbagai proses perencanaan dan pengendalian. Bagian yang terpenting dalam proses tersebut adalah pengendalian manajemen yang merupakan tindakan yang dilakukan manajer untuk mengarahkan orang, mesin, dan fungsi-fungsi guna mencapai tujuan dan saran organisasi sekolah. Proses pengendalian adalah pemikiran untuk mengarahkan suatu variabel atau sekumpulan variabel (manusia, situasi, benda, dan organisasi) guna mencapai tujuan tertentu. Dalam organisasi sekolah, manusia merupakan variabel yang harus diarahkan, dituntun, dan dimotivasi untuk mencapai tujuan. Orang-orang yang melakukan pengarahan disebut manajer. Di tingkat sekolah adalah kepala sekolah. Sistem pengendalian dalam organisasi mengarahkan dan menuntun organisasi pada tujuan yang diinginkan, oleh karena itu kepala sekolah selaku manajer dituntut untuk melaksanakan pengendalian mutu.

Proses Pengendalian yang harus dilaksanakan oleh kepala sekolah.
Prasyarat Pengendalian. Ada dua syarat yang harus ada sebelum dikembangkan system pengendalian yaitu: (1) perencanaan yakni pengendalian harus berdasarkan perencanaan yang jelas, lengkap, dan terintegrasi sehingga perencanaan semakin efektif dan system pengendalian dapat dilaksanakan; (2) pengendalian membutuhkan adanya struktur organisasi yang jelas. Tujuan pengendalian adalah melakukan pengukuran dan perbaikan agar apa yang telah direncanakan dapat dicapai secara optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu diketahui pada bidang atau tingkat mana pertanggung jawaban terhadap penyimpangan sebuah rencana beserta perbaikannya dapat dilakukan. Pengendalian dilaksanakan melalui orang-orang, tetapi kerap kali kita tidak mengetahui siapa yang bertanggung jawab terhadap penyimpangan yang terjadi serta tindakan perbaikan apa yang perlu diberikan hingga diketahuinya pembagian tanggung jawab yang jelas dan pasti.

Langkah-langkah pengendalian. Ada empat langkah pengendalian yakni: (1) penetapan standar pelaksanaan yaitu menyusun standar pengukuran untuk menentukan sampai sejauh mana performansi dapat dicapai; (2) pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata yaitu mengukur secara akurat performansi nyata yang dicapai; (3) pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standar dan penganalisaan penyimpangan-penyimpangan; dan; (4) pengambilan tindakan koreksi/perbaikan yaitu memperbaiki performansi dan situasi yang dihadapi.

Langkah pertama  yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam melaksanakan pengendalian mutu adalah menetapkan Standar Pelaksanaan. Standar pelaksanakaan pengendalian ini mengacu pada program kerja sekolah. Lulusan seperti apa yang hendak sekolah bangun, memiliki karakteristik seperti yang bagaimana? Jika hendak mengembangkan manusia yang beriman, bertaqwa, sehat, berpengetauan, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, maka apa yang menjadi ciri-cirinya. Program kerja sekolah ini hendaknya mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi Standar Isi, Proses, Kompetensi Lulusan, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian. Dari program kerja sekolah tersebut kepala sekolah menetapkan standar pelaksanaan pengendalian berupa butir-butir kendali mutu dan dilengkapi dengan instrument pengendaliannya. Berikut contoh penetapan butir-butir kendali mutu dan instrument kendali mutu.
Contoh : Program kerja yang terkait dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
KOMPONEN
SUBKOMPONEN
BUTIR KENDALI MUTU
Standar Kompetensi Lulusan
Siswa memperoleh pengalaman belajar untuk membentuk karakter, menum-buhkan rasa sporti-vitas, dan kebersi-han lingkungan.
Bidang olahraga : 8 cabang olahraga
1.     Kepala sekolah menugaskan kepada guru olahraga sebagai  pembina ekstrakurikuler;
2.    Guru pembina masing-masing cabang olahraga bersama pengurus OSIS menyusun rencana kegiatan olahraga;
3.    Guru pembina masing-masing cabang olahraga dibantu pengurus OSIS melaksanakan pembinaan berbagai kegiatan olahraga;
4.    Guru pembina masing-masing cabang olahraga mengadakan lomba berbagai cabang olahraga antar kelas dan mempersiapkan lomba di TK. Kabupaten, Propinsi maupun Nasional;
5.    Guru pembina masing-masing cabang olahraga mengadakan evaluasi tentang pelaksanaan kegiatan olahraga serta memperbaiki kekurangannya

Contoh : Instrumen Evaluasi dari butir kendali mutu tersebut diatas
1. Kepala Sekolah menugaskan kepada guru olahraga  sebagai  Pembina ekstrakurikuler.
a.  Semua guru pembina ekstrakurikuler bidang olahraga mendapat surat keputusan sebagai pembina dari sekolah;
b.  6-7 guru pembina ekstrakurikuler bidang olahraga mendapat surat keputusan sebagai pembina dari sekolah;
c.  4-5 guru pembina ekstrakurikuler bidang olahraga mendapat surat keputusan sebagai pembina dari sekolah;
d.  1-3 guru pembina ekstrakurikuler bidang olahraga mendapat surat keputusan sebagai pembina dari sekolah;
e.  Tidak ada surat keputusan guru pembina ekstrakurikuler.

2. Penyusunan rencana kegiatan pembinaan olahraga
a.    Semua guru pembina olahraga bersama pengurus OSIS menyusun rencana kegiatan pembinaan olahraga;
b.    6-7 guru pembina olahraga bersama pengurus OSIS menyusun rencana kegiatan  pembinaan olahraga;
c.    4-5 pembina olahraga bersama pengurus OSIS menyusun rencana kegiatan pembinaan olahraga;
d.    1-3 guru pembina olahraga bersama pengurus OSIS menyusun rencana kegiatan pembinaan olahraga;
e.    Belum ada guru pembina olahraga yang terlibat bersama pengurus OSIS dalam menusun rencana kegiatan pembinaan olahraga;

3. Pelaksanaan pembinaan kegiatan olahraga
     a. dst

Langkah kedua adalah melaksanakan pengukuran kegiatan nyata. Dengan menggunakan instrument kendali mutu kepala sekolah melakukan monitoring/pemamtauan sejauhmana proses pendidikan telah dilaksanakan. Hasil pemantauan harus terdokumentasi, menyeluruh, dan kontinu sehingga data yang diperoleh akan komprehensif.

Langkah ketiga adalah membandingkan pelaksanaan kegiatan dengan standar yang telah ditetapkan dan penganalisaan penyimpangan-penyimpangan sehingga diperoleh persamaan pengendalian yaitu : Kebutuhan akan perbaikan = standar yang telah ditetapkan (ideal) – hasil pengukuran (actual/kinerja). Hasil pembandingan tersebut menghasilkan tiga  kemungkinan yakni : (1) Kinerja  >  standar yang ditetapkan  berarti bahwa pencapaian kinerja menunjukan posisi terbaik yang dicapai  melebihi  standar yang telah ditetapkan;              (2)  Kinerja = standar yang ditetapkan berarti bahwa pencapaian kionerja sama dengan standar yang telah ditetapkan; (3) Kiner < standar yang ditetapkan  berarti bahwa pencapaian kinerja buruk atau di bawah standar yang telah ditetapkan.

Langkah keempat  adalah pengambilan tindakan koreksi/perbaikan yaitu memperbaiki kinerja dan situasi yang dihadapi. Apabila situasi menunjukan bahwa Kinerja < standar yang ditetapkan hendaknya dicari cara-cara untuk penyempurnaan atau perbaikan. Penyempurnaan langsung berkenaan dengan kegiatan dan dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan sampai ke pelaksanaannya.

Cara Pengendalian
Menurut Nana Syaodih dkk, ada tiga cara pengendalian yang dilakukan oleh seorang kepala sekolah yaitu: (1) pengendalian umpan maju dilakukan sebelum pekerjaan dimulai, tujuannya untuk mengantisipasi kemungkinan masalah yang akan muncul serta melakukan tindakan-tindakan pencegahan; (2) pengendalian konkuren yaitu memusatkan kegiatan pengendalian pada apa yang sedang berjalan atau proses pelaksanaan pekerjaan dengan tujuan untuk menyakinkan bahwa segala sesuatu berjalan dengan baik; (3) pengendalian umpan balik yaitu pengukuran dan perbaikan dilakukan setelah kegiatan dilakukan.

Dari uraian tersebut diatas bahwa pengendalian mutu di sekolah membutuhkan Kepala sekolah yang memiliki kompetensi tinggi.  Maju mundurnya suatu sekolah tidak terlepas dari peran Kepala Sekolah, karena “Kepala Sekolah berperan sebagai kekuatan sentral yang menjadi kekuatan penggerak kehidupan sekolah”. Pengendalian mutu pendidikan di sekolah merupakan salah satu tolok ukur kinerja kepala sekolah. Semoga sukses.

Sabtu, 19 Februari 2011

MUNGKINKAH, SPM DIKDAS TEREALISASI ? KUNCINYA, KOMITMEN BERSAMA

Terbitnya peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 15 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota, mengindikasikan perlunya segera dilakukan sosialisasi secara ekstensif dan intensif dimulai dari tingkat Pemerintah Daerah sampai ke tingkat satuan pendidikan. Semua komponen pelaksana kebijakan utamanya Pemerintah Daerah (dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kantor Kementerian Agama) hendaknya memahami SPM Pendidikan Dasar dan segera mengambil langkah agar target pelaksanaan SPM Pendidikan Dasar dapat dicapai sesuai dengan agenda Pemerintah yakni tahun 2013. Wakil Menteri Pendidikan Nasional (Wamendiknas), Fasli Jalal, menyatakan bahwa Penyusunan SPM Pendidikan Dasar ini didasarkan atas dasar masih banyaknya sekolah yang belum memenuhi syarat untuk mutu pendidikan. Sementara pemerintah daerah terlihat belum optimal kepeduliannya terhadap kondisi pendidikan di wilayahnya. Untuk penerapan SPM Pendidikan Dasar, pemerintah daerah hendaknya selama kurun waktu 3 tahun mengalokasikan dana yang memadahi guna untuk menunjang penuntaskan SPM Pendidikan Dasar tersebut. Setelah itu, diharapkan seluruh sekolah sudah bisa menerapkan standar nasional pendidikan (SNP) sebagaimana diamanatkan dalam UU Sistem Pendidikan Nasional.

SPM Pendidikan Dasar.
Sesuai dengan Permendiknas Nomor 15 Tahun 2010 Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar di Kabupaten mencakup 2 (dua) kelompok pelayanan yaitu : (1) pelayanan pendidikan dasar oleh Kabupaten, dan (2) pelayanan pendidikan dasar oleh satuan pendidikan. Dari 2 (dua) kelompok tersebut ada 27 indikator yakni sebanyak 14 indikator yang merupakan tanggung jawab pemerintah daerah dan 13 indikator menjadi tanggung jawab satuan pendidikan/sekolah. Indikator SPM Pendidikan Dasar menurut Permendiknas Nomor 15 Tahun 2010 tersebut adalah sebagai berikut :
a.   Pelayanan pendidikan dasar oleh Kabupaten meliputi :
1.     Tersedia satuan pendidikan dalam jarak yang terjangkau dengan berjalan kaki yaitu maksimal 3 km untuk SD/MI dan 6 km untuk SMP/MTs dari kelompok permukiman permanen di daerah terpencil;
2.    Jumlah peserta didik dalam setiap rombongan belajar untuk SD/MI tidak melebihi 32 orang, dan untuk SMP/MTs tidak melebihi 36 orang. Untuk setiap rombongan belajar tersedia 1 (satu) ruang kelas yang dilengkapi dengan meja dan kursi yang cukup untuk peserta didik dan guru, serta papan tulis;
3.    Di setiap SMP dan MTs tersedia ruang laboratorium IPA yang dilengkapi dengan meja dan kursi yang cukup untuk 36 peserta didik dan minimal satu set peralatan praktek IPA untuk demonstrasi dan eksperimen peserta didik;
4.    Di setiap SD/MI dan SMP/MTs tersedia satu ruang guru yang dilengkapi dengan meja dan kursi untuk setiap orang guru, kepala sekolah dan staf kependidikan lainnya; dan di setiap SMP/MTs tersedia ruang kepala sekolah yang terpisah dari ruang guru;
5.    Di setiap SD/MI tersedia 1 (satu) orang untuk setiap 32 peserta didik dan 6 (enam) orang guru untuk setiap satuan pendidikan, dan untuk daerah khusus 4 (empat) orang guru setiap satuan pendidikan;
6.    Di setiap SMP/MTs tersedia 1 (satu) orang guru untuk setiap mata pelajaran, dan untuk daerah khusus tersedia satu orang guru untuk setiap rumpun mata pelajaran;
7.    Di setiap SD/MI tersedia 2 (dua) orang guru yang memenuhi kualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan 2 (dua) orang guru yang telah memiliki sertifikat pendidik;
8.    Di setiap SMP/MTs tersedia guru dengan kualifikasi akademik S-1 atau D-IV sebanyak 70% dan separuh diantaranya (35% dari keseluruhan guru) telah memiliki sertifikasi pendidik, untuk  daerah khusus masing-masing sebanyak 40% dan 20%;
9.    Di setiap SMP/MTs tersedia guru dengan kualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikasi pendidik masing-masing satu orang untuk mata pelajaran Matematika, IPA, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris;
10.  Di setiap Kabupaten/Kota semua kepala SD/MI berkualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikasi pendidik;
11.  Di setiap kabupaten/kota semua kepala SMP/MTs berkualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikasi pendidik;
12.  Di setiap kabupaten/kota semua pengawas sekolah dan madrasah memiliki kualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikasi pendidik;
13.  Pemerintah kabupaten/kota memiliki rencana dan melaksanakan kegiatan untuk membantu satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum dan proses pembelajaran yang efektif; dan
14.  Kunjungan pengawas ke satuan pendidikan dilakukan satu kali setiap bulan dan setiap kunjungan dilakukan selama 3 jam untuk melakukan supervisi dan pembinaan.

b.  Pelayanan pendidikan dasar oleh satuan pendidikan  meliputi :
1.     Setiap SD/MI menyediakan buku teks yang sudah ditetapkan kelayakannya oleh Pemerintah mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, dan IPS dengan perbandingan satu set untuk setiap peserta didik;
2.    Setiap SMP/MTs menyediakan buku teks yang sudah ditetapkan kelayakannya oleh Pemerintah mencakup semua mata pelajaran dengan perbandingan satu set untuk setiap peserta didik;
3.    setiap SD/MI menyediakan satu set peraga IPA dan bahan yang terdiri dari model kerangka manusia, model tubuh manusia, bola dunia (globe), contoh peralatan optik, kit IPA untuk eksperimen dasar, dan poster/carta IPA;
4.    Setiap SD/MI memiliki 100 judul buku pengayaan dan 10 buku referensi, dan setiap SMP/MTs memiliki 200 judul buku pengayaan dan 20 buku referensi;
5.    Setiap guru tetap bekerja 37,5 jam per minggu di satuan pendidikan, termasuk merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing atau melatih peserta didik, dan melaksanakan tugas tambahan;
6.    Satuan pendidikan menyelenggarakan proses pembelajaran selama 34 minggu per tahun dengan kegiatan tatap muka sebagai berikut :
a).    Kelas I-II                                 : 18 jam per minggu;
b).    Kelas III                                   : 24 jam per minggu;
c).     Kelas IV-VI                              : 27 jam per minggu; atau
d).    Kelas VII-IX                            : 27 jam per minggu;
7.    satuan pendidikan menerapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) sesuai ketentuan yang berlaku;
8.    setiap guru menerapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang disusun berdasarkan silabus untuk setiap mata pelajaran yang diampunya;
9.    setiap guru mengembangkan dan menerapkan program penilaian untuk membantu meningkatkan kemampuan belajar peserta didik;
10.  kepala sekolah melakukan supervisi kelas dan memberikan umpan balik kepada guru dua kali dalam setiap semester;
11.  setiap guru menyampaikan laporan hasil evaluasi mata pelajaran serta hasil penilaian setiap peserta didik kepada kepala sekolah pada akhir semester dalam bentuk laporan hasil prestasi belajar peserta didik;
12.  kepala sekolah atau madrasah menyampaikan laporan hasil ulangan akhir semester (UAS) dan Ulangan Kenaikan Kelas (UKK) serta ujian akhir (US/UN) kepada orang tua peserta didik dan menyampaikan rekapitulasinya kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau Kantor Kementerian Agama di kabupaten/kota pada setiap akhir semester; dan
13.  setiap satuan pendidikan menerapkan prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah (MBS)

Mungkinkah , SPM Pendidikan Dasar Terealisasi ?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas perlu kehati-hatian, hal ini disebabkan karena SPM Pendidikan Dasar ini tidak mungkin ditangani oleh Dinas Pendidikan maupun Kantor Kemenag Kabupaten saja tanpa melibat stakeholder lain. Oleh karena itu kuncinya adalah adanya komitmen bersama dari semua stakeholder pendidikan untuk melaksanakan SPM tersebut. Pemerintah Daerah selaku pelaksana kebijakan akan melaksanakan kebijakan dengan baik apabila mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat dan Dewan Perwakilan Rayat Daerah. Untuk itu perlu segera dirumuskan strategi sosialisasi, pengembangan kapasitas dan tahapan pencapaian SPM agar pelaksanaannya dapat berjalan secara tertib dan efisien serta terukur sesuai dengan target yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Langkah awal yang harus dilakukan pemerintah daerah  adalah membentuk tim bersama antara Dinas Pendidikan kabupaten dan Kantor Kemenag Kabupaten untuk mensosialisasikan pelaksanaan SPM pendidikan dasar kepada semua stakeholder. Langkah berikutnya tim tingkat kabupaten tersebut menentukan rencana pencapaian SPM pendidikan dasar. Rencana pencapaian SPM di tingkat kabupaten harus mengacu pada batas waktu pencapaian SPM secara nasional yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional dengan memperhatikan analisis kemampuan dan potensi daerah. Analisis kemampuan dan potensi daerah disusun berdasarkan data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam menentukan rencana penerapan dan pencapaian SPM, Pemerintah Kabupaten harus mempertimbangkan faktor kemampuan dan potensi daerah.

Faktor kemampuan dan potensi daerah digunakan untuk menganalisis : (1) penentuan awal yang terkini dari pencapaian pelayanan dasar di daerah; (2) perbandingan antara status awal dengan target pencapaian dan batas waktu pencapaian SPM yang ditetapkan oleh pemerintah; (3) perhitungan pembiayaan atas target pencapaian  SPM, analisis standar belanja kegiatan berkaitan dengan SPM dan harga satuan; serta (4) perkiraan kemampuan keuangan dalam pemenuhan target SPM sesuai batas waktu pencapaiannya dan melakukan pentahapan yang diperlukan dalam pemenuhannya. Analisis kemampuan dan potensi daerah digunakan untuk menyusun skala prioritas program dan kegiatan yang akan dilaksakan sesuai dengan pencapaian dan penerapan SPM pendidikan dasar di kabupaten.

Tahapan pelaksanaan SPM Pendidikan Dasar.
Tim tingkat kabupaten yang telah dibentuk segera membuat perencanaan kegiatan berdasarkan hasil analisis kemampuan dan potensi daerah dengan tahapan sebagai berikut: (1) menyusun rincian kegiatan untuk masing-masing jenis pelayanan dalam rangka pencapaian SPM dengan mengacu pada indikator kinerja dan batas waktu pencapaian SPM yang ditetapkan oleh pemerintah; (2) menetapkan target tahunan pencapaian SPM; (3) membuat perencanaan pembiayaan pencapaian SPM sesuai dengan kemampuan keuangan daerah; (4) membimbing pengawas, kepala sekolah, guru dan staf tata usaha sekolah untuk melaksanakan rencana yang telah ditetapkan; (5) membimbing kepala sekolah/madrasah untuk melakukan pengumpulan data, kemudian data tersebut diverifikasi oleh pengawas yang kemudian menyampaikan kepada tim tingkat kabupaten; (6) mengolah data dan membuat rekapitulasi pencapaian SPM kemudian  melaporkan pencapaian SPM kepada Bupati cq. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten dan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten.Semoga SPM pendidikan dasar ini dapat terealisasi, utamanya di Kabupaten Ngawi yang tercinta ini sesuai dengan target pemerintah, Amin .........